ARTICLE AD BOX
Oleh: Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group
PRESIDEN Prabowo Subianto, sudah kembali ke Tanah Air. Bahkan, sudah memasuki minggu kedua, setelah lawatan selama enam belas hari lamanya ke luar negeri. Waktu itu (7 November 2024), Presiden akan meresmikan Danantara (Daya Anagata Nusantara), “super holding” yang dibentuk untuk memaksimalkan pengelolaan BUMN. Namun ditunda, menunggu lawatannya dari luar negeri.
Jadi nggak sih Danantara dibentuk?
Itulah banyak pertanyaan yang ditujukan ke Infobank, ketika bertemu banyak sumber, baik kalangan perbankan maupun kalangan BUMN. Tak terkecuali, para ekonom yang ditemui Infobank. Pertanyaan ini wajar saja, karena dinyatakan oleh pejabat Danantara, peresmian Danantara yang seharusnya dilakukan pada 7 November 2024, tapi diundur setelah Presiden kembali ke Indonesia.
Sejumlah petinggi BUMN sudah dipanggil ke kantor Danantara. Proses awal pembentukan sudah berbentuk, meski belum resmi diumumkan. Pembentukan badan sudah seperti kemauan Presiden. Hanya saja landasan hukum yang masih menjadi ganjalan. Namun demikian sudah ada 7 BUMN yang diumumkan untuk menjadi bagian awal Danantara.
Pada tahap awal akan mengelola 7 BUMN yang selama ini menjadi mesin dividen bagi kas negara plus Indonesia Investment Authority (INA). Nah, ketujuh BUMN itu antara lain; BRI (Rp1.965 triliun), Mandiri (Rp2.174 triliun), BNI (Rp1.087 triliun), MIND ID (Rp295 triliun), PLN (Rp1.671 triliun), Pertamina (1.412 triliun), dan Telkom Indonesia (Rp318 triliun). Plus INA sebesar Rp147,6 triliun.
Diperkirakan nilai aset yang akan dikelola berkisar USD600 miliar, atau setara dengan Rp9.520 triliun. Atau, jika menurut data Biro Riset Infobank setara 95,2 persen dari seluruh total aset BUMN yang sebesar Rp10.402 triliun. Besarnya dana pengelolaan atau asset under management (AUM) ini, diyakini akan membuat Danantara menjadi superholding terbesar ke-4, setelah Norwegia, China, Dubai dan Indonesia.
Pembentukan Danantara ini keinginan Presiden Prabowo yang hendak menjadikan BUMN seperti super holding Temasek, Singapura. Menurut keterangan Kepala Badan Pengelola Investasi Danantara Muliaman Hadad, ketika bertemu dengan sejumlah pimpinan redaksi media massa, menyebutkan tugas pokok serta fungsi dari Danantara serupa dengan lembaga pengelola investasi INA yang diperbesar. Diperluas.
Paling tidak, Danantara ini akan mengamankan kebijakan Presiden Prabowo mengenai kemandirian pangan, kemandirian energi dan hilirisasi. Dan, tentu pengelolaan dengan mengoptimalkan return dan sekaligus dengan risk management yang baik. Pendek kata model yang dipakai adalah rumah dan bangunan INA yang diperbesar.
Menurut catatan Infobank Institute, membentukan INA mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi. Menurut data Biro Riset Infobank, aset total INA sebesar Rp147,6 triliun. ”Ke depan semua akan dikonsolidasikan ke dalam Danantara, bersama BUMN strategis,” katanya.
Pada akhirnya, nanti ada dua hal penting. Satu, kekayaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara dalam bentuk investasi. Dalam hal ini, pemerintah mengelola kekayaan negara melalui investasi jangka pendek dan jangka panjang. Dua, kekayaan negara yang tidak dipisahkan dikenal dengan aset negara, misalnya barang milik negara yang diperoleh dari APBN.
Pembentukan Danantara menjadi perhatian masyarakat. Lebih menarik lagi, pemerintahan Prabowo masih membentuk Kementerian Negara BUMN. Bahkan, memberi tiga Wakil Menteri BUMN, yaitu Kartiko Wirjoatmodjo bertugas untuk membantu Erick merumuskan dan melaksanakan tugas pembinaan terhadap 24 BUMN.
Sementara itu, Wamen BUMN II Dony Oskaria membina 23 BUMN, antara lain bidang perbankan. Sedang, Aminuddin Ma’ruf tak mendapatkan tugas pembinaan BUMN. Namun, dia ditugaskan membantu Erick dalam perumusan dan/atau pelaksanaan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG).
Sementara dalam dalam draft Rancangan Undang-Undang BUMN, skema superholding tertuang dalam Bab IC mengenai superholding investasi. Artinya, holding investasi akan menjadi badan hukum yang bertugas sebagai pengelola holding operasional. Pendek kata, sebagai lembaga yang diidentikan dengan Temasek di Singapura, atau Khazanah di Malaysia. Hanya bedanya, dalam draft RUU BUMN, kuasa saham Merah Putih tetap Kementerian BUMN.
Kini ada Kementerian BUMN dengan tiga wakil menterinya dan Danantara dengan dua wakilnya. Tentu menimbulkan banyak pertanyaan.
Bagaimana nasib Kementrian BUMN di masa Pemerintahan Prabowo ke depan?
Tidak ada banyak yang bisa diungkap, menurut seorang pejabat dalam Kementerian BUMN ketika ditanya soal nasib Kementeriannya, hanya menjawab. “Tidak tahu dan sangat sensitive untuk mengatakan,” katanya kepada Infobank. Ia tak melanjutkan jawabannya, dan tidak memberi keterangan yang jelas tentang nasib Kementerian BUMN. Ada yang berspekulasi hanya mengurus regulasi, dan kebagian jatah urusan restrukturisasi BUMN rugi.
Nah, karena Danantara merupakan lembaga baru tentu perlu disiapkan payung hukum. Tidak hanya itu. Tapi juga struktur dan sumber daya manusia, tentu diperlukan revisi UU BUMN yang ada. Sebab, tugas dan fungsi juga berbeda, karena juga lembaga ini di bawah langsung Presiden.
Apalagi, Danantara bertujuan untuk menciptakan nilai tambah dari aset yang dikelolanya dengan meningkatkan efisiensi manajemen. Juga, mendukung proyek pembangunan strategis, dan menarik investasi asing langsung (FDI). Selain itu, badan ini diharapkan mampu memonetisasi portofolionya secara berkelanjutan dan tentunya, kata Muliaman dalam sebuah kesempatan, harus mematuhi aturan yang ada, termasuk di dalamnya risk management.
Sementara, saat ini BUMN beroperasi di bawah banyak Undang-Undang, seperti UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU BPK dan atau UU BPKP, UU Tipikor. Dan kalau, itu sektor perbankan harus taat pada UU P2SK, di dalamnya UU Perbankan, UU LPS, OJK dan tentunya UU Pasar Modal – jika go public.
Apa pun itu – Danantara adalah keinginan Presiden, dan menjadi mesin baru untuk ekonomi tumbuh 8 persen. Namun begitu, seperti kata pengamat, BUMN-BUMN ini harus dibersihkan dari kepentingan politik. Tidak menjadi sapi perah lagi, karena tugas memaksimalkan aset yang dikelola. Tidak serampangan, yang bisa juga masuk ke lembah kesulitan baru.
Hari-hari yang menjadi pekerjaan besar adalah payung hukum Danantara. Dan, menurut orang dalam Danantara, Presiden akan mengupayakan terobosan hukum yang cepat agar Danantara ini beroperasi.
”Tidak terlalu lama secara hukum akan lebih cepat diselesaikan, karena ini kemauan Presiden,” kata orang dalam Danantara yang tak mau disebutkan namanya.
Selain itu – Danantara juga harus dibersihkan dari poros-poros politik. Jangan sampai gerbong besar dari Danantara ini disusupi oleh penumpang gelap. Yaitu, masuknya orang-orang yang tidak jelas asal usulnya. Perlu dipikirkan juga nasib karyawan dan pejabat Kementerian BUMN yang ada sekarang ini.
Dan, yang lebih terasa sekarang adalah para direksi, dan komisaris dari kelompok Kementerian BUMN yang juga sedang dag-dig dug untuk diganti. Banyak dari mereka tampak dua kaki yang masih setia dengan Kementerian BUMN tapi juga menghamba ke Danantara sebagai majikan baru.
Tarik menarik itu ada, meski tidak diakui oleh Sufmi Dasco Ahmad. Dan, kalau tidak ada tarik menarik, tentu pembentukan Danantara akan lebih cepat. Namun yang pasti BUMN itu bukan Warisan Nabi Sulaiman, tapi milik negara yang tetap harus dijaga dengan baik, dan dikembangkan secara optimal dengan risk management yang baik.
Tapi, kapan Danantara “super holding,” akan efektif berkerja dengan landasan hukum, Pak Presiden Prabowo? Ada yang berbisik, seperti lagu Armand Maulana,”… Januari 2025,” Atau, akan seperti sepenggal lagu Ebiet G. Ade,” Coba tanyakan pada rumput yang bergoyang ho ho ho,”
The post Pak Presiden Prabowo! Jadi Nggak Sih Bentuk “Super Holding” Danantara appeared first on Infobanknews.