Warning: session_start(): open(/home/kabarterbaruid/public_html/src/var/sessions/sess_e2745d73c2d7dd7ca082f3741be1c873, O_RDWR) failed: No space left on device (28) in /home/kabarterbaruid/public_html/src/bootstrap.php on line 59

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /home/kabarterbaruid/public_html/src/var/sessions) in /home/kabarterbaruid/public_html/src/bootstrap.php on line 59
Aturan Merger dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR Perlu Direlaksasi, Ini Sebabnya - kabarterbaruid

Aturan Merger dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR Perlu Direlaksasi, Ini Sebabnya

3 weeks ago 5
ARTICLE AD BOX

Jakarta – Jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terus menyusut, baik akibat likuidasi, merger paksa, maupun berbagai tekanan lainnya. Padahal, BPR memiliki peran strategis dalam menopang ekonomi masyarakat kecil, terutama di pedesaan.

Chairman Infobank Media Group, Eko B. Supriyanto, menyatakan bahwa kebijakan regulator saat ini cenderung memaksa BPR untuk beroperasi layaknya bank umum. Hal ini, menurutnya, menghilangkan keunikan DNA BPR yang seharusnya berfokus pada komunitas mikro.

“BPR itu seharusnya (melayani) community. Kalau dia jadi besar seperti bank umum, maka nanti dia akan kehilangan DNA-nya,” ungkap Eko dalam forum diskusi bertajuk “Konsolidasi dan Pengaruh Bisnis BPR terhadap UMKM”, yang digelar oleh BPR Nusantara Bona Pasogit (NBP), di Jakarta, Kamis, 28 November 2024.

“Mereka harus bersaing dengan bank umum. Mau pakai tim IT tapi nggak punya duit. Mau meng-hire orang dengan kapasitas yang lebih bagus, itu kesulitan. Jadi BPR diciptakan dulu untuk community, misalnya untuk pedesaan, itu yang harus dirawat,” tambah Eko.

Baca juga: Dari Generasi ke Generasi, Komitmen Universal BPR untuk Tumbuh Berkelanjutan

Eko pun menyoroti tren bisnis BPR yang mulai mengikuti pola bank umum, meski tidak selalu relevan. Contohnya, penerapan layanan kartu debit ATM, yang sebenarnya kurang diperlukan oleh nasabah BPR karena mereka lebih nyaman dengan transaksi langsung di bank.

Aturan Modal Inti Minimum Menekan BPR

Eko menilai kebijakan regulator berpotensi menekan BPR. Pemenuhan modal inti minimum (MIM) sebesar Rp6 miliar sebelum 31 Desember 2024. BPR juga diminta memenuhi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) per 1 Januari 2025.

Ini, menurut Eko, membuat BPR seakan tidak diberi waktu untuk bernapas. Dan faktor ini juga yang disinyalir menjadi salah satu alasan kenapa BPR kesulitan untuk memenuhi kebijakan regulator.

Apalagi, menurut Eko, lingkungan ekonomi sedang tidak baik baik saja, seperti pertumbuhan ekonomi yang stagnan. “Juga, hilangnya kelas menengah akibat PHK di mana-mana dan turunnya daya beli masyarakat dan beban berat kenaikan pajak PPN menjadi 12 persen di tahun mendatang,” lanjut Eko.

“BPR tidak bisa memenuhi modal inti minimum dan merger secara bersamaan. Tidak semua BPR sudah memenuhi modal inti minimum. Kalau CKPN diberlakukan, dari 300 BPR yang belum memenuhi modal inti minimum, akan bertambah lagi 500-525 BPR, jika aturan CKPN untuk BPR berlaku bersamaan. Jadi aturan modal minimum dan konsolidasi perlu direlaksasi, bisa 2 tahun ke depan,” lanjut Eko.

Baca juga: Luhut Pastikan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen Ditunda, Subsidi jadi Prioritas

Ke depan, Eko mengusulkan, untuk pengawasan BPR dapat diserahkan ke akuntan publik yang mendapat mandat dari OJK, dan berharap kepada OJK mengedepankan supervisi dibanding pengawasan.

”Peran supervisi paling tidak terasa dalam mengawasi BPR. Jangan apa-apa langsung kena penalti atas nama pengawasan,” lanjut Eko.

BPR, Solusi Lebih Baik bagi UMKM Dibanding Rentenir

Komisaris BPRS Harta Insan Karimah Mitra Cahaya Indonesia (HIK MCI), Edy Suandi Hamid, menegaskan bahwa masyarakat desa sangat membutuhkan lembaga keuangan seperti BPR untuk menopang perekonomian mereka.

“Di Indonesia ini, butuh banyak lembaga-lembaga keuangan kecil, yang mendukung kegiatan seperti UMKM,” ujar Edy.

Menurutnya, tidak banyak lembaga keuangan formal yang bisa menjangkau masyarakat mikro sebaik BPR. Memang, ada lembaga mikro seperti koperasi. Namun, Edy mengutarakan cara kerja koperasi yang lebih mirip rentenir.

Baca juga: Wamenkop: Koperasi jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan dan Jeratan Rentenir

Edy juga menjelaskan bahwa sejarah didirikannya BKR bertujuan memudahkan orang-orang pedesaan untuk mendapat akses keuangan ketimbang lembaga lain seperti rentenir. Ini membuat eksistensi BPR di daerah itu teramat penting, sehingga ia tidak memahami keharusan mereka untuk berkonsolidasi, seperti yang regulator inginkan.

“BPR ini (prosesnya) mudah dan sederhana, dan jauh lebih murah dibandingkan dengan rentenir dan sebagainya. Akhirnya kita butuh banyak lembaga-lembaga seperti ini. Nah, kenapa harus dipaksakan merger? Itu pertanyaannya,” pungkas Edy. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

The post Aturan Merger dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR Perlu Direlaksasi, Ini Sebabnya appeared first on Infobanknews.

Read Entire Article